TAHAPAN PENCAPAIAN

DALAM SPIRITUAL

TINGKAT 1 ( Syariat / Penempatan raga)

Menjalankan Syariat adalah tahapan yang pertama, kata Syariat terdiri dari kata Syarat dan Niat yang harus dilakukan. Namun makna syariat di sini mempunyai dimensi luas. Yakni dimensi vertikal individual kepada Tuhan, maupun dimensi sosial horisontal kepada sesama makhluk. Pada hakekatnya sebatas melaksankan Ibadah dengan melatih dan membiasakan diri melakukan perbuatan yang baik dan bermanfaat untuk sesama. Misalnya seseorang melaksanakan sembahyang dan manembah kepada Tuhan dengan cara sebanyak nafasnya guna membangun sikap eling dan waspadha. Menyucikan diri dengan air, mencuci badan dengan cara mandi, wudlu, gosok gigi, upacara jamasan, tradisi siraman dan sebagainya. Termasuk mencuci pakaian dan tempat tinggal. Menyebut dan menyaksikan Tuhan melalui pernyataan dan ucapan mulut. Melatih diri mengendalikan hawa nafsu negatif, dengan cara puasa, semadi, bertapa, mengulang-ulang sebutan nama Tuhan dan lain lain. Melatih diri mengendalikan hawa nafsu positif dengan cara sedekah, amal jariah, zakat, gotong royong, peduli kasih, kepedulian sosial dan lain lain. Melatih diri untuk menghargai dan mengormati leluhur, dengan cara ziarah kubur, pergi haji, mengunjungi situs-situs sejarah, belajar dan memahami sejarah, dan seterusnya. Melatih diri menghargai dan menjaga alam semesta sebagai anugrah Tuhan, dengan cara upacara-upacara ritual, ruwatan bumi, larung sesaji, dan sebagainya. Tahapan ini dilakukan oleh raga kita, namun BELUM TENTU melibatkan HATI dan BATIN kita secara benar dan tepat.

Latihan menggapai kehidupan sehari-hari sebagai titah Tuhan, artinya harus berbuat apa saja yg bukan perbuatan melawan rumus Tuhan. Perbuatan yang mencerminkan perilaku sifat zat (makhluk) yang selaras dengan sifat hakekat (Tuhan). Tanda pencapaiannya tampak pada SOLAH. Solah artinya perilaku atau perbuatan jasadiah (lahiriyah) yang tampak oleh mata misalnya : tidak mencelakai orang lain, perilaku dan tutur kata menentramkan, sopan dan santun, wajah ramah, atau cara berpakaian yang pantas dan luwes menghargai badan. Akan tetapi perilaku tersebut belum tentu dilakukan secara sinkron dengan BAWAnya. BAWA yakni perilaku atau perbuatan secara batiniah yang tidak tampak oleh mata secara visual.

Kelemahan

Pada tataran awal ini meskipun seseorang seolah-olah terkesan baik namun belum mendapat jaminan pencapaian spiritual yang memadai dan belum tentu diberkahi Tuhan. Sebab seseorang melakukan kebaikan terkadang masih diselimuti rahsaning karep atau nafsu negative, rasa ingin diakui, mendapat nama baik atau pujian. Bahkan seseorang melakukan suatu kebaikan agar kepentingan pribadinya dapat terwujud. Maka biasanya kecewa, tersinggung, marah bila tidak diakui dan tidak mendapat pujian. Kebaikan seperti ini bermanfaat untuk orang lain, dan mungkin baik di mata orang lain pula. Akan tetapi dapat diumpamakan belum mendapat tempat di “hati” Tuhan. Point nya masih nihil. Banyak orang merasa sudah berbuat baik, beramal, sodaqah, suka menolong, membantu sesama, rajin doa, sembahyang. Tetapi sering dirundung kesialan, kesulitan, tertimpa kesedihan, segala urusannya mengalami kebuntuan dan kegagalan. Lantas dengan segera menyimpulkan bahwa musibah atau bencana ini sebagai cobaan dan ujian (bagi orang-orang beriman).

Pada tataran ini, seseorang masih rentan dikuasai nafsu ke-aku-an (api/nar/iblis). Diri sendiri dianggap tahu segala, merasa suci dan harus dihormati. Siapa yang berbeda pendapat dianggap sesat dan kafir. Konsekuensinya, bila memperdebatkan (kulit luarnya) ia menganggap diri paling benar dan suci, lantas muncul sikap golek benere dewe ( cari benarnya sendiri ), golek menange dewe ( cari menangnya sendiri ), golek butuhe dewe ( cari kepentingan sendiri ). Ini sebagai ciri seseorang belum sampai pada intisari ajaran yang dicarinya.

TINGKAT 2 ( Tarekat / Penempatan kalbu)

Dalam tataran Tarekat ini Menggambarkan keadaan batin yang selalu eling dan waspadha. Eling adalah sadar dan memahami akan sangkan paraning dumadi (asal usul dan tujuan manusia). Waspada terhadap apa saja yang dapat menjadi penghalang dalam upaya “menemukan” Tuhan (wushul). Yakni penghalang proses penyelarasan kehidupan sehari-hari (sifat zat) dengan sifat hakekat (Tuhan). Ini dicapai setelah hati dapat dilibatkan dalam menjalankan ibadah tingkat awal; yakni hati yg ikhlas dan tulus, hati yang sudah tunduk dan patuh kepada sukma sejati yang suci dari semua nafsu negatif. Hati semacam ini tersambung dengan kesadaran batin maupun akal budi bahwa amal perbuatan bukan semata-mata mengaharap-harap Upah atau Imbalan (pahala) dan takut ancaman (neraka). Melainkan kesadaran memenuhi kodrat Tuhan, serta menjaga keharmonisan serta sinergi aura magis antara Jagad Kecil (diri pribadi) dan Jagad Besar (alam semesta). Tataran ini dicapai melalui empat macam yaitu :

1. Melakukan Harmonisasi vertikal dan horisontal. Yakni berserah diri dan menselaraskan dengan kehendak Tuhan. Lalu mensinergikan Jagad Kecil (manusia) dengan Jagad Besar (alam semesta).

2. Menahan hawa nafsu atau Amarah sehingga tidak terbakar oleh Api (nar) atau nafsu negatif yakni ke-aku-an. Karena ke-aku-an itu tidak lain hakekat iblis dalam hati.

3. Perilaku yang mampu menyaring tutur kata orang lain, mampu mendiagnosis suatu masalah, dan tidak mudah terprovokasi orang lain. Tidak bersikap reaksioner (tidak mudah terkejut), tidak berwatak mudah terheran-heran (tidak mudah takjub).

4. Mempunyai sifat yang tidak membangga-banggakan kebaikan, jasa dan amalannya sendiri. Terhadap sesama selalu rendah hati, tidak sombong dan takabur. Sadar bahwa manusia derajatnya sama di hadapan Tuhan tidak tergantung suku, ras, golongan, ajaran, bangsa maupun negaranya. Juga berarti selalu mengubur semua amal kebaikannya dari ingatannya sendiri tapi selalu teringat kebaikan orang lain. Dengan demikian seseorang tidak suka membangkit-bangkit jasa baiknya

Kelemahan

Jangan puas dahulu bila merasa sudah sukses menjalankan tataran ini. Sebab pencapaian tataran kedua ini semakin banyak ranjau dan lobang kelemahan yang kapan saja siap memakan korban apabila kita lengah. Penekanan di sini adalah pentingnya sikap eling ( ingat ) dan waspadha (waspada). Sebab kelemahan manusia adalah lengah, lalai, terlena, terbuai, merasa lekas puas diri. Tataran kedua ini melibatkan hati dalam melaksanakan kehidupan yang baik. Yakni hati harus tulus dan ikhlas. Ketulusan dan keikhlasan ini sering menjadi jargon, karena mudah diucapkan oleh siapapun, sementara pelaksanaannya justru keteteran. Pada umumnya, setiap saat orang harus selalu belajar ikhlas dan tulus. Karena keberhasilan untuk merasa tulus ikhlas dalam tiap kasus per kasusnya belum tentu berhasil sama. Keikhlasan dipengaruhi oleh pihak yang terlibat, situasi dan kondisi obyektifnya, atau situasi dan kondisi subyek mental kita saat itu.

TINGKAT 3 ( Hakekat / Penempatan cipta)

Yakni dipercaya Tuhan untuk mendapatkan anugrah tertentu. Orang yang telah mencapai tataran Ketenangan dialah yang mendapatkan “hadiah” atas amal kebaikan yang ia lakukan. Ini mensyaratkan amal kebaikan yang memenuhi syarat, yakni kekompakan serta sinkronisasi lahir dan batin dalam mewujudkan segala niat baik menjadi tindakan yang konkrit. Yakni tindakan konkrit dalam hal membantu dan menolong sesama. Syarat utamanya; harus dilakukan terus menerus hingga menyatu dalam prinsip hidup, menjadi kebiasaan sehari-hari.
Pencapaian tataran ini sama halnya laku
Hakekat. Laku hakekat adalah meliputi; sabar, tawakal, tulus, ikhlas, pembicaraannya menjadi kesejatian (kebenaran), yang sejati menjadi kosong, hilang lenyap menjadi ada. Tataran ini ditandai oleh pencapaian kemuliaan sejati, seseorang mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akherat. Pada tahap ini manusia sudah mengenal akan jati dirinya dan mengenal sejatinya Tuhan. Manusia yang telah memahami Tuhan tidak akan berfikir sempit, kerdil, sombong, picik dan fanatik. Tidak munafik dan menyekutukan Tuhan. Ia justru bersikap toleran, tenggang rasa, hormat menghormati keyakinan orang lain. Sikap ini tumbuh karena kesadaran spiritual bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersumber pada Yang Maha Tunggal, hakekatnya adalah sama. Cara atau jalan nya adalah persoalan teknis saja. Banyaknya jalan atau cara menemukan Tuhan merupakan bukti bahwa Tuhan itu Maha luas tiada batasnya. Ibarat sungai yang ada di dunia ini jumlahnya sangat banyak dan beragam bentuknya; ada yang dangkal, ada yang dalam, berkelok, pendek dan singkat, bahkan ada yang lebar dan berputar-putar. Toh semuanya akan bermuara Yang Satu yakni “samudra luas”.
NAH, orang seperti ini akan “menuai” amal kebaikannya. Sebab kebaikan akan berbuah kebaikan pula. Kebaikan yg anda berikan, akan anda terima pula. Namun kebaikan yang anda terima belum tentu datang dari orang yang sama, malah biasanya dari pihak lainnya. Kebaikan yg anda peroleh itu merupakan buah dari pohon kebaikan yg pernah anda tanam sebelumnya. Kebaikan yang anda lakukan akan menjadi pagar gaib yang selalu menyelimuti anda. Singkat kata, pencapaian ini ditandai dengan diperolehnya kemudahan dan hikmah yang baik dalam segala urusan. Seseorang tidak dapat dicelakai orang lain. Sebaliknya selalu mendapatkan keberuntungan.
Untuk meraih tataran ini, terlebih dahulu kita harus mengenal jati diri secara benar. Dalam diri manusia terdapat 7 lapis bumi yang harus diketahui manusia. Jika tidak diketahui maka menjadi manusia cacad namanya. Dan tidak akan gagal mencapai tataran ini. Bumi 7 lapis tersebut adalah :

1. Bumi Retna
Yakni sebuah Jasad dan Dada Manusia Sesungguhnya adalah sebuah Tempat Istana atau Gedung Mulia.

2. Bumi Kalbu
Artinya sebuah tempat Istananya Iman Sejati.

3. Bumi Jantung
Yaitu merupakan tempat istana semua ilmu.

4. Bumi Budi
Artinya tempat Istana Puji dan Zikir.

5. Bumi Jinem
Yaitu tempat Istananya Kasih Sayang Sejati.

6. Bumi Suksma
Yakni tempat Istana Kesabaran dan Rasa Syukur Kepada Tuhan; Sukma Sejati.

7. Bumi Rahmat
Yakni tempat Istana Rasa Mulia; Rahsa Sejati.

Kelemahan

Hal ini setara dengan Hakekat, di sini ibarat puncak kemuliaan. Semakin tinggi tataran spiritual, maka sedikit saja godaan sudah dapat menggugurkan pencapaiannya. Maka, semakin tinggi puncak dan kemuliaan seseorang ; maka
semakin besar resiko tertiup angin dan jatuh. Seseorang yang merasa sudah PUAS dan BANGGA dengan pencapaian hakekat ini bersiko terlena. Lantas menganggap orang lain remeh. Yang paling berbahaya adalah menganggap tataran ini merupakan tataran tertinggi sehingga orang tidak perlu lagi berusaha menggapai tataran yang lebih tinggi.

Tingkat 4 ( Makrifat / Penempatan rahsa)

Tahapan inilah merupakan kemenangan. Kemenangan adalah anugrah yang anda terima. Yakni kemenangan anda dari medan perang. Perang antara nafsu negatif dengan positif. Kemenangan NUR (cahya sejati nan suci) mengalahkan NAR (api; ke-aku-an/”iblis”). Manusia NAR adalah seteru Tuhan (iblis laknat). SEBALIKNYA; manusia NUR adalah memenuhi janji atas kesaksian yg pernah ia ucapkan di mulut dan hati. Manusia NUR memenuhi kodratnya ke dalam kodrat Ilahi, sifat zat yg mengikuti sifat hakekat, menselaraskan gelombang batin manusia dengan gelombang energi Tuhan. Sifat zat (manusia) menyatu dengan sifat hakekat (Tuhan) menjadi kemanunggalan. Yang menjadi jumbuh (campur tak bisa dipilah) antara kawula dengan Gusti. Inilah pertanda akan kemenangan manusia dalam “berjihad” yang sesungguhnya. Yakni kemenangan terindah dalam kemanunggalan; “manunggaling kawula-Gusti“.

Demikian apa yang telah saya paparkan ini bukan sebuah bentuk dari si penulis merasa telah menguasai, tetapi hanya sekedar sebagai bahan pencerahan kita semua. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam mengekspresikan bentuk kalimat yang mungkin masih sebatas kapsitas.
Harapan penulis semoga bermanfaat dan berguna bagi pembaca dengan tidak mengurangi rasa hormat saya ucapakan Insun Rahayu Balarea Waluya..

Sekian dan terima kasih.

WWW.SKMGLOBAL.WORDPRESS.COM.
ANOM SKMWILTIM

2 Tanggapan to “”

  1. INGSUN RAHAYU BALAREA WALUYA

    SANGAT BERMANFAAT BAGI SAYA

    TERIMA KASIH

  2. insun rahayu balarea waluya melalui pemaparan diatas sedikit membuka mata hati saya dan pengalaman yang sangat berharga bagaikan intan yang paling mulia di hati saya.wawasan ini sangat berguna buat kehidupan para insani di muka bumi ini terutama insun yang lagi belajar dan selalu belajar.terimakasih se agung-agungnya atas wawasan atau ulasan diatas.

Tinggalkan komentar